Haji Etar Ajukan Judicial Review Ke Mahkamah Konstitusi

109

Surabaya~www.pilarcakrawala.news|Haji Edy Rudyanto., S.H., MH, salah satu pemohon Nomor 238/PUU-XXIII/2025, permohonan judicial review ke MK terhadap Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU TNI. Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan telah dijadwalkan pada Rabu, 10 Desember 2025 di Gedung MK.

H. Etar (nama akrab Haji Edy Rudyanto., S.H., MH,) saat di wawancarai awak media By Phone, menjelaskan dan menilai dua ketentuan tersebut berpotensi mengaburkan batas antara kewenangan militer dan sipil, serta dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

 

” Lebih tepatnya, pemohon mempermasalahkan anggota aktif TNI rangkap jabatan sipil”, Ucapnya.

 

Mahkamah Konstitusi diharapkan meninjau dan mempertimbnagkan dalam permohonan yang diserahkan ke MK, pemohon mempersoalkan aturan yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan setrategis sipil tertentu tanpa harus pensiun atau mengundurkan diri terlebih dahulu, Rabu 04/12/25.

 

Menurut Etar, ketentuan ini berpotensi menggerus prinsip supremasi sipil dalam tata kelola pemerintahan demokratis, Selain aturan dianggap menyimpang dari semangat reformasi sektor keamanan, para pemohon juga menilai aturan tersebut bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945.

 

“Ada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tentang negara hukum, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 mengenai jaminan kepastian hukum, serta Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 tentang peran TNI,” Jelas H. Etar.

 

Pemohon berpendapat aturan itu membuka peluang penempatan prajurit aktif di berbagai lembaga negara yang secara fungsi bersifat sipil, sehingga menaruh risiko pada independensi lembaga tertentu, termasuk lembaga penegakan hukum maupun lembaga yudikatif.

 

Adapun poin-poin Utama yang disorot dalam permohonan meliputi, potensi pelemahan prinsip supremasi sipil yakni para pemohon menilai masuknya prajurit aktif ke jabatan sipil dapat menabrak batas yang selama ini dijaga pascareformasi, yakni pembedaan tegas peran militer dan sipil.

 

“Kemudian ketidak jelasan standar penempatan, Pasal 47 ayat (1) dinilai terlalu luas karena membuka peluang penugasan prajurit aktif di banyak lembaga, mulai dari koordinator bidang politik dan keamanan, lembaga intelijen, siber, sandi negara, hingga Kejaksaan RI dan Mahkamah Agung”, Ungkapnya.

 

Adanya ketidak pastian hukum bagi ASN dan warga sipil, pemohon menganggap norma tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi ASN dan warga sipil yang seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan publik.

 

“Berpotensi melanggar prinsip profesionalisme TNI, dengan membuka jalan penempatan prajurit aktif pada jabatan nonmiliter, pemohon berpendapat hal ini dapat mengganggu fokus utama TNI sebagai alat pertahanan negara”,Pungkasnya.(Fen)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.