Menembus Pematang, Menyalakan Harapan: Perjuangan BAZNAS Sidoarjo Menjangkau Pak Ngatemo, Mustahik di Ujung Tambak
Sidoarjo~www.pilarcakrawala.news|Tidak semua pahlawan datang dengan seragam. Ada yang hadir dengan sepeda motor menyusuri pematang tambak, membawa semangat kemanusiaan dan harapan baru bagi mereka yang terpinggirkan. Begitulah yang dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Sidoarjo dalam misi kemanusiaannya mengulurkan tangan kepada Pak Ngatemo, warga Dusun Kedungsari, Desa Kedungpeluk, Kecamatan Candi, yang menderita stroke dan hidup dalam keterbatasan ekstrem.
Perjalanan ini bukan sekadar distribusi bantuan, tapi kisah nyata perjuangan menyentuh hati, tentang bagaimana kemanusiaan mengalahkan jarak, medan sulit, dan keterbatasan sistem.
Kisah bermula pada Rabu, 23 Juli 2025. Tim BAZNAS Sidoarjo yang dipimpin langsung oleh Ketua BAZNAS, M. Chasbil Aziz Salju Sodar atau yang akrab disapa Gus Jazuk, melakukan assessment lapangan ke lokasi terpencil yang hanya bisa diakses dengan kendaraan roda dua. Jalanan sempit dan licin di antara pematang tambak menjadi medan yang harus mereka taklukkan. Tak ada aspal, tak ada petunjuk, hanya semangat untuk hadir dan melihat langsung kondisi para mustahik yang tersembunyi dari hiruk pikuk pembangunan.
Setelah menempuh perjalanan 9 kilometer dari balai desa, tibalah tim di sebuah rumah berdinding bambu yang sudah lapuk dimakan usia. Di sanalah Pak Ngatemo, 68 tahun, terbujur lemah. Sudah delapan bulan ia tidak mampu bergerak atau berbicara akibat serangan stroke. Makanan hanya bisa dikonsumsi lewat selang , itu pun hanya susu cair dan sereal bubuk.
“Kami temukan beliau dalam kondisi memprihatinkan, terbaring tanpa alat medis, hanya dirawat seadanya oleh keluarga secara bergantian,” ungkap Gus Jazuk dengan nada lirih.
Meski keluarga telah menerima bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH), namun kebutuhan dasar seperti popok dewasa, nutrisi khusus, dan peralatan medis ringan masih sangat kurang. Ketika hidup di wilayah yang terisolasi, bantuan negara pun kadang hanya sekadar sampai di permukaan.
Harapan sempat terhambat ketika tim mendapati bahwa rumah Pak Ngatemo berdiri di atas lahan irigasi milik pemerintah. Hal ini membuat rumah tersebut tidak memenuhi syarat administratif untuk program bedah rumah atau renovasi dari BAZNAS. Tapi Gus Jazuk tak tinggal diam.
“Kami tidak ingin menyerah hanya karena status tanah. Ini bukan soal administrasi, ini tentang kemanusiaan. Kami tidak bisa membiarkan martabat Pak Ngatemo terus terkikis hanya karena tinggal di tempat yang sulit dijangkau,” tegasnya.
Dari keterbatasan itu, muncul keputusan: BAZNAS akan mengambil jalur alternatif bantuan yang tetap bisa menyentuh kebutuhan mendasar sang pasien.
Satu minggu kemudian, tepatnya Rabu, 30 Juli 2025, misi kemanusiaan itu berlanjut. Tim BAZNAS Sidoarjo kembali menempuh jalur pematang yang sama, kali ini tidak hanya membawa harapan, tetapi juga bantuan nyata hasil dari assessment sebelumnya. Mereka datang membawa satu unit kursi roda, bantuan biaya pengobatan, dan tambahan nutrisi untuk menunjang pemulihan Pak Ngatemo.
Kegiatan penyaluran dilakukan secara kolaboratif dengan dukungan perangkat desa dan masyarakat. Turut hadir dalam distribusi bantuan antara lain: M. Sofwan, Hamdani, dan Syukron Inam dari tim BAZNAS; Masduqi (Kasi Kesejahteraan Desa Kedungpeluk), kepala dusun, ibu RT setempat, serta keluarga Pak Ngatemo. Semua pihak terlibat, menciptakan atmosfer gotong royong yang hangat di tengah keterbatasan fisik lokasi.
Tak hanya dari BAZNAS Kabupaten, dukungan juga datang dari BAZNAS Provinsi Jawa Timur. Mas Sulaeman, perwakilan dari BAZNAS Jatim, secara pribadi menyumbangkan empat bungkus cereal Quackers untuk tambahan nutrisi harian keluarga.
Bantuan ini dilengkapi dengan rekomendasi dari pihak Puskesmas, yang sebelumnya telah melakukan pemeriksaan kesehatan dan memberikan rujukan asupan susu serta obat-obatan khusus.
Apa yang dilakukan BAZNAS Sidoarjo bukan hanya tentang menyalurkan zakat atau infak. Ini adalah kerja nyata yang menunjukkan bahwa pelayanan terhadap mustahik harus berpijak pada hati, bukan hanya data dan angka. Perjalanan menembus tambak ini mengajarkan bahwa di balik batas administrasi, ada manusia yang butuh dilihat, didengar, dan dibantu.
Setiap langkah yang ditempuh oleh Gus Jazuk dan tim adalah perwujudan nyata bahwa zakat yang dihimpun dari umat bisa sampai pada mereka yang benar-benar membutuhkan, dengan cara yang manusiawi dan bermartabat.
Kini, meskipun Pak Ngatemo belum bisa bangkit dari tempat tidurnya, setidaknya ada secercah harapan yang hadir. Kursi roda mungkin hanya alat, tapi bagi seorang yang selama berbulan-bulan hanya terbaring, itu adalah simbol bahwa masih ada yang peduli. Bantuan nutrisi dan obat-obatan menjadi bukti bahwa hidupnya masih bernilai.
“Kami percaya, di tengah keterbatasan ini, hadirnya BAZNAS akan menjadi cahaya. Terima kasih sudah datang dan peduli,” ucap keluarga Pak Ngatemo penuh haru.
Dari pematang tambak menuju rumah bambu, dari assessment hingga distribusi bantuan, BAZNAS Sidoarjo menunjukkan bahwa kepedulian tidak boleh mengenal batas geografis. Mereka telah membuktikan bahwa lembaga zakat bisa menjadi jembatan harapan, tidak hanya di perkotaan, tetapi juga di sudut-sudut desa yang tak tersentuh pembangunan.
Di tengah zaman yang serba digital dan cepat, masih ada lembaga yang mau berjalan pelan menembus tambak demi satu orang yang membutuhkan. Itulah wajah kemanusiaan sesungguhnya.( ED s )