Potret Buram Pendidikan di Ujung Desa: Ruang Belajar SDN Keret Nyaris Roboh, Anak-anak Terpaksa Belajar di Perpustakaan

0 91

SIDOARJO~www.pilarcakrawala.news|Di tengah semangat anak-anak Desa Keret untuk menuntut ilmu, terselip keprihatinan mendalam. Sebuah ruang kelas yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman untuk belajar, justru berubah menjadi ancaman nyata. Atap yang nyaris ambruk, plafon yang disangga kayu, serta kayu-kayu lapuk yang dipenuhi rayap menjadi gambaran keseharian murid-murid SDN Keret, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo.

Rasa risau dan khawatir menghantui Dwi Kusumawati, Kepala Sekolah SDN Keret, setiap harinya. Namun, dorongan kuat dari para orang tua siswa membuat ia harus mengambil keputusan sulit. Orang tua yang bekerja di pabrik kerupuk meminta agar anak-anak mereka masuk sekolah pagi, agar bisa diantar sebelum berangkat kerja.

“Mereka berangkat kerja dini hari. Sekaligus ingin memastikan anak-anak bisa tiba di sekolah tepat waktu. Maka, kami tidak bisa menolak,” ujar Dwi, lirih.

Untuk memenuhi permintaan itu, Dwi Kusumawati terpaksa mengaktifkan kembali ruang kelas yang sudah lama ditinggalkan karena rusak berat. Ruang itu kini ditempati oleh siswa kelas II A. Namun, kondisinya sangat jauh dari layak.

Pada Kamis pagi (17/4/2025), Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, H. Moch. Dhamroni Chudlori, M.Si mendatangi langsung sekolah tersebut. Ia ingin memastikan dengan mata kepala sendiri kondisi ruang kelas yang sebelumnya pernah dilaporkan oleh sang kepala sekolah ke DPRD.

Rasa terkejut dan prihatin langsung menyelimuti Dhamroni saat memasuki ruang kelas tersebut. Plafon yang harus ditopang kayu, pipa besi melintang seperti palang merah darurat, dan genteng miring menjadi pemandangan yang tak terlupakan. Anak-anak tetap belajar dengan ceria, tak sadar bahwa bangunan itu bisa ambruk kapan saja.

“Ini sangat membahayakan nyawa anak-anak. Saya minta mereka segera dipindahkan. Tidak boleh belajar lagi di ruangan seperti ini,” tegas Dhamroni.

Dengan segera, siswa kelas II A dipindah ke ruang perpustakaan, bergabung dengan siswa kelas II B. Sebanyak 33 anak harus belajar bersama dalam satu ruangan, tanpa sekat, tanpa kenyamanan, dan penuh keterbatasan. Guru mereka, Maria Novianty Putri dan Zakri Ardiansyah, harus berbagi ruang dan tenaga demi memastikan anak-anak tetap bisa menerima pelajaran.

Namun, suasana belajar jauh dari ideal. Perpustakaan yang sejatinya menjadi tempat literasi dan sumber bacaan terpaksa dikorbankan. Tak ada lagi tempat anak-anak membaca buku, belajar mandiri, atau menikmati kegiatan literasi yang menjadi program rutin sekolah.

“Kami sangat terpaksa. Ruangan perpustakaan tidak didesain untuk dua rombongan belajar sekaligus. Tapi ini adalah satu-satunya pilihan demi keselamatan siswa,” ungkap Dwi Kusumawati.

Dhamroni pun tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Menurutnya, apa yang terjadi di SDN Keret adalah potret buram pendidikan di pinggiran kota. Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur, masih ada sekolah-sekolah yang nyaris runtuh, namun tetap dipakai karena tak ada alternatif lain.

“Keselamatan anak-anak adalah hal paling utama. Saya mendesak Pemkab Sidoarjo untuk segera turun tangan. Jangan sampai ada korban terlebih dahulu baru bertindak,” ujar legislator dari daerah pemilihan Tulangan, Krembung, Wonoayu, dan Prambon tersebut.

SDN Keret sendiri memiliki 12 rombongan belajar dan 222 siswa. Namun, fasilitas yang tersedia sangat terbatas. Tidak semua ruang kelas dalam kondisi baik. Bahkan, beberapa jembatan penghubung antarruang juga dalam kondisi rusak dan membahayakan.

“Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa. Anak-anak ini adalah harapan kita. Mereka layak mendapat tempat belajar yang aman, nyaman, dan mendukung tumbuh kembang mereka,” lanjut Dhamroni.

Kondisi di SDN Keret menjadi alarm keras bagi seluruh pemangku kebijakan di Kabupaten Sidoarjo. Sudah saatnya perhatian terhadap pendidikan tidak hanya berfokus di pusat kota, tetapi juga menyentuh desa-desa di pelosok yang selama ini luput dari perhatian. Anak-anak Desa Keret telah menunjukkan semangat luar biasa untuk belajar, bahkan di tengah keterbatasan yang ekstrem. Kini, mereka hanya menunggu satu hal: kehadiran negara untuk menjamin hak mereka atas pendidikan yang layak.(ED s)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.