Lika-Liku Perjuangan Melestarikan Seni Kebudayaan Ludruk Ala Luntas Kelompok Ludruk Surabaya

0 358

Pilar Cakrawala ~ Surabaya, Melestarikan kesenian lokal khususnya ludruk ,saat ini memang tidak mudah, selain jaman yang terus berubah juga harus berjuang sendiri untuk terus bisa berkarya.

Misalnya, komunitas ludruk Luntas atau Ludrukan Nom-noman Tjap Arek Soeroboio. Di usinya yang genap 6 tahun, Luntas membuktikan bisa eksis menggelar pentas ludruk tanpa bantuan anggaran dari pemerintah.

Pendiri Komunitas Ludruk Luntas Robert Bayoned menceritakan lika-liku bergelut dengan dunia kesenian khas Surabaya ini. Robert mengaku dukungan pemerintah di rasa kurang merata.

Komunitas Luntas sendiri pun tidak terlalu memperdulikan perhatian pemerintah asal bisa tetap berkarya. Bermodal keikhlasan para pemain di dalam komunitasnya, Luntas optimis akan terus mempertahankan budaya pusaka kesenian ludruk ini.

Pria yang telah menekuni ludruk sejak duduk di bangku SMP ini menceritakan kekuatan Komunitas Ludruk Luntas memang ada pada orang-orang di dalamnya. Meski berangkat dari latar belakang yang berbeda, kecintaannya pada ludruk mampu mempertahankan eksistensi ludruk yang kian lama gaungnya kian tak terdengar.

“Kami tidak menjanjikan bayaran apa-apa kepada mereka, kami hanya menunjukkan ini loh budaya yang harusnya kalian lestarikan. Mau gabung ya silakan, mau keluar ya silakan. Karena Luntas bukan tempat bekerja tapi tempat menimba ilmu.” Paparnya.

Usia kelompok ludruk itu masih muda. Luntas resmi terbentuk 21 Januari 2016. Orang-orang yang bergabung di dalamnya juga tergolong muda. Usia mereka rata-rata di bawah 40 tahun.

“Pada tanggal 21 Januari 2022 mendatang ,The Luntas Indonesia memasuki usianya yang ke 6 tahun ,rencananya mereka akan merayakannya dengan pentas gratis di Warung Mbah Cokro yang berada di Jalan Prapen no 22, Panjang jiwo Surabaya.”Imbuhnya.

Dengan terus ikhlas berkarya, Robert berharap komunitas ini mampu menyandingkan kesenian tradisional ludruk dengan kehidupan metropolitan yang makin modern. Salah satunya dengan terus memodifikasi dan menyesuaikan cara pementasan dengan model masa kini.

Robert dan kawan-kawan sebenarnya enggan menyebut kelompok mereka sebagai kelompok ludruk. Mereka tampil dengan gaya kekinian. Mereka lebih nyaman menyebut diri ngeludruk.

Bagi kalangan seniman, ludruk dan ngeludruk adalah dua hal yang berbeda. Ludruk identik dengan berbagai pakemnya yang melekat. Sementara ludrukan sekadar pertunjukan yang menganut beberapa prinsip ludruk. Tapi tak semuanya diterapkan.

Akan tetapi, Luntas pun sebenarnya tak lepas dari pakem-pakem yang ada dalam ludruk.

“Dasarnya kami enggak berbeda dengan ludruk, Ada remo, ada lawakan, dan sebagainya, Hanya saja kami berinovasi di sisi tampilan, musik, cerita, dan konsep.” Tambah Robert.

Ludrukan ala Luntas juga mencoba mengurangi porsi segmen yang tak terlalu disukai oleh anak muda. Misalnya, jula juli yang biasanya berlangsung hingga 1 jam dalam pertunjukan ludruk normal, mereka ringkas menjadi sekitar 15 menit.

“Orang-orang sekarang sukanya yang simpel tapi mengena.” Tambah dia.(BS)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.