PERAN BAWASLU DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL DAN POTENSI KORUPSI POLITIK

0 56

PERAN BAWASLU DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL DAN POTENSI KORUPSI POLITIK

Oleh :

Haniyah, Dosen Prodi Hukum, FHS Unsuri-Surabaya

Pendahuluan

Pemilihan umum merupakan fondasi demokrasi, dan sistem pemilu proporsional menjadi model yang memastikan representasi politik sesuai dengan kehendak rakyat. Pemilu, atau Pemilihan Umum, adalah proses demokratis di mana warga negara secara langsung atau tidak langsung memilih wakil-wakil mereka untuk menempati posisi-posisi pemerintahan. Pemilu merupakan mekanisme utama dalam sistem demokrasi yang memberikan warga suatu negara hak untuk menentukan pilihan politik mereka.

Pemilu melibatkan partisipasi aktif warga negara yang memiliki hak pilih untuk memilih calon atau partai politik yang mereka anggap mewakili kepentingan dan pandangan mereka serta dilakukan secara berkala, misalnya setiap beberapa tahun, untuk memilih perwakilan baru atau memperbaharui mandat bagi pejabat yang sudah ada, pemilu bertujuan memilih perwakilan yang akan mewakili masyarakat di lembaga-lembaga pemerintahan, seperti parlemen, dewan kota, atau lembaga-lembaga lainnya.

Pemilu dapat dilakukan di berbagai tingkat pemerintahan, mulai dari pemilihan presiden hingga pemilihan wakil di tingkat lokal, Prinsip kesetaraan sangat penting dalam pemilu, di mana setiap suara memiliki bobot yang sama dan setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi, Pemilu harus dilaksanakan dengan transparan dan terbuka, memungkinkan masyarakat untuk menilai dan memahami proses pemilihan serta memastikan integritasnya, Pemilu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan regulasi yang berlaku di suatu negara. Pemilu yang sah dan legal menjadi dasar keabsahan hasil dan legitimasi pemerintahan yang terpilih. Dalam sistem demokrasi di mana keputusan politik dibuat berdasarkan suara mayoritas atau mekanisme lain yang mencerminkan kehendak rakyat.

Karakteristik Sistem Pemilu Proposinal

Pemilu proporsional sebagai sistem yang membagi kursi parlemen sesuai dengan persentase suara yang diperoleh oleh setiap partai politik, sistem pemilu proporsional memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari sistem pemilu lainnya. Berikut adalah beberapa karakteristik utama dari sistem pemilu proporsional yaituaaaa: (1) representatif Proposinal: Karakteristik paling mendasar dari sistem ini adalah bahwa perwakilan dalam lembaga legislatif atau badan pemerintahan lainnya seharusnya mencerminkan secara proporsional persentase suara yang diperoleh oleh setiap partai politik. Ini berarti bahwa partai yang mendapatkan 20% suara akan mendapatkan sekitar 20% kursi; (2) daerah pemilihan besar, istem pemilu proporsional sering melibatkan daerah pemilihan yang besar atau bahkan satu daerah pemilihan nasional. Dengan cara ini, lebih mudah mencapai representasi proporsional; (3) multi partai: Sistem ini mendukung keberagaman partai politik karena setiap partai dapat memperoleh kursi sebanding dengan dukungan elektoralnya. Oleh karena itu, cenderung mendorong munculnya banyak partai politik (4) pilihan pemilih: Pemilih memiliki pilihan untuk memilih partai politik dan bukan hanya calon individu. Kursi kemudian diberikan kepada partai berdasarkan suara proporsional yang diperolehnya (4) perwakilan minoritas, Dalam sistem ini, partai politik yang mewakili kelompok minoritas memiliki peluang untuk memperoleh kursi dan berpartisipasi dalam proses Keputusan (5) koalisi Pemerintahan: Karena mungkin ada banyak partai politik yang terpilih, seringkali diperlukan pembentukan koalisi pemerintahan di mana beberapa partai bekerja sama untuk membentuk mayoritas dan membentuk pemerintahan (7) Pemilih memilih Partau: Pemilih memberikan suara untuk partai politik, bukan untuk individu calon. Dalam hal ini, partai memutuskan calon mana yang akan menduduki kursi berdasarkan urutan yang telah ditetapkan sebelumnya (8) Proposionalitas Nasional: Pemilu proporsional mencari proporsionalitas secara nasional, bukan di tingkat lokal. Ini berarti bahwa meskipun mungkin ada perbedaan dalam hasil pemilihan di tingkat lokal, hasil keseluruhan mencerminkan perbandingan suara nasional. (9) Distribusi kursi dengan metode proposional: Terdapat berbagai metode untuk mendistribusikan kursi dalam sistem pemilu proporsional, seperti metode D’Hondt atau metode Sainte-Laguë, yang dirancang untuk mencapai proporsionalitas sebanyak mungkin

Potensi Korupsi Politik Terhadap Pemilu Proposional

Potensi korupsi politik terhadap pemilu proporsional dapat muncul dari beberapa aspek sistem dan praktik politik. Beberapa potensi tersebut antara lain: (1) Penyalagunaan dana kampanye, Partai politik dan kandidat dapat menyalahgunakan dana kampanye untuk kepentingan pribadi atau kelompok, seperti memperkaya diri sendiri atau membayar suara. Penyalahgunaan dana dapat menyebabkan ketidaksetaraan antara partai politik dan mengarah pada praktik korupsi (2) Manipulasi perolehan suara: Meskipun pemilu proporsional dirancang untuk mencerminkan suara pemilih secara proporsional, masih ada potensi untuk manipulasi hasil pemilu. Praktik-praktik seperti penggelembungan suara atau pemalsuan hasil dapat terjadi, mengakibatkan distorsi dalam perwakilan politik (3) Negoisasi yang tidak transparan: Pembentukan koalisi pemerintahan setelah pemilu proporsional dapat melibatkan negosiasi di balik layar antara partai-partai politik. Jika negosiasi ini tidak transparan dan terbuka, ada potensi untuk korupsi dalam bentuk tawar-menawar yang tidak etis atau pembagian sumber daya yang tidak adil. (4) Patronase dan Nepotisme : Dalam konteks pemilu proporsional, partai politik yang terpilih dapat terlibat dalam patronase dan nepotisme dengan memberikan posisi atau keuntungan kepada pendukung atau keluarga mereka, bahkan jika mereka tidak memiliki kualifikasi yang memadai (5) Pengunaan dana public untuk kepentingan pribadi: Pejabat terpilih dari partai politik yang memenangkan pemilu dapat menyalahgunakan kekuasaan mereka dengan menggunakan sumber daya publik untuk keuntungan pribadi atau partainya, misalnya dengan memberikan proyek atau kontrak kepada pihak yang mendukung mereka (6) Korupsi dalam seleksi kandidat: Proses seleksi kandidat oleh partai politik dapat rentan terhadap praktik-praktik korupsi, seperti penerimaan suap atau pengaruh politik yang tidak etis, yang dapat mempengaruhi siapa yang dipilih sebagai calon (7) Manipulasi batas pemilihan: Dalam beberapa kasus, batas pemilihan atau redistrikting dapat dimanipulasi untuk keuntungan partai tertentu dengan cara yang tidak adil. Hal ini dapat menciptakan distorsi dalam representasi dan memberikan keunggulan tidak wajar kepada satu kelompok politik (8) Pembelian suara: Praktik pembelian suara atau pemberian imbalan kepada pemilih untuk memengaruhi hasil pemilu proporsional merupakan bentuk korupsi yang potensial dalam proses demokratis.

Untuk mengatasi potensi korupsi politik dalam pemilu proporsional, penting untuk memiliki lembaga pengawas pemilu yang independen dan kuat, serta menerapkan aturan dan regulasi yang ketat untuk mengawasi dan mengendalikan praktik-praktik yang tidak etis. Transparansi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas juga merupakan faktor kunci dalam mengurangi risiko korupsi politik

Kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) dalam Pelaksanaan Pemilu

Dalam konteks ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki peran yang sangat penting untuk memastikan integritas dan keadilan dalam proses pemilu. Tugas badan pengawas pemilu adalah (1) membuat prosedur standart pengawasan pemilu di semua tingkatan;(b) mencegah dan menindak jika terjadi sengketa terkait proses pemilihan umum: (3) bertanggung jawab atas segala persiapan pemilihan umum;(4) mengawasi setiap pelaksanaan proses pemilu; (5) bertanggung jawab atas netralitas aparatur sipil negara dan kepolisian Republik indonesia; (6) mengajukan adanya dugaan pelanggaran kode etik penyeelngaraan pemilu kepada dewan Kehormatan Penyelengaraan pemilu (DKPP); (7) mengajukan tuntutan pidana pemilu di penegakan hukum terpadu (GAKKUMDU); (8) mengelola, memelihara fasilitas penyimpanan dan terus meningkatnya sesuai rencana keselamatan sesuai undang-undang; (10) evaluasi penyeleggaraan pemilu; (11) bertanggung jawab atas pelaksanaan KPU; (12) melakukan tugas lain yang di wajibkan hukum.

Kewenangan badan pengawas pemilihan umum (BAWASLU) antara lain :

  1. Menerima, memeriksa, menengahi atau mengadili, dan memutuskan penyelesaian sengketa proses Pemilu;

  2. Merekomendasikan kepada instansi terkait hasil pengawasan netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Polri;

  3. Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota secara berjenjang apabila Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota berhalangan sementara karena sanksi atau akibat lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. hukum dan peraturan;

  4. Meminta bahan informasi yang diperlukan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana pemilu, dan sengketa proses pemilu;

  5. Memperbaiki keputusan dan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Membentuk Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu LN;

  6. Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, dan anggota Panwaslu LN; dan

  7. Melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

KESIMPULAN

Dalam sistem pemilu proporsional, Bawaslu memainkan peran krusial dalam menjaga integritas dan keadilan. Potensi korupsi politik dapat diminimalkan melalui langkah-langkah penguatan peran Bawaslu, termasuk penanganan tegas terhadap pelanggaran, menjaga independensinya, dan mendorong transparansi dalam seluruh proses pemilu. Dengan demikian, Bawaslu menjadi garda terdepan dalam memastikan pemilu proporsional yang demokratis dan bebas dari korupsi politik. Sistem pemilu proporsional memiliki kelebihan dalam menciptakan representasi yang lebih adil dan mencerminkan spektrum politik yang lebih luas, tetapi juga dapat menghadapi tantangan dalam pembentukan pemerintahan yang stabil jika terlalu banyak partai terlibat. Keberhasilan sistem ini tergantung pada kondisi politik dan budaya setiap negara yang menerapkannya.

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.